Inspirasi

"Kadang tidak selalu setiap tindakan membuahkan kesuksesan, tapi perlu diingat bahwa tidak ada kesuksesan tanpa tindakan"

Wednesday, November 14, 2012

Perkembangan Tektonik Tersier Indonesia Bagian Barat dan Pulau Sumatra


Perkembangan tektonik selama tersier dari Indonesia Bagian Barat merupakan pencerminan daripada interaksi antara lempeng Samudera Hindia-Australia yang bergerak ke utara, dengan lempeng Asia (Lempeng Mikro Sunda). Selama Jaman Tersier, gerak daripada lempeng-lempeng tersebut telah mengalami perubahan baik arah maupun kecepatannya. Lempeng Mikro Sunda menurut Davies (1984, 1987), selama tersier telah mengalami gerak rotasi ke arah yang berlawanan dengan gerak jarum jam sebanyak kurang lebih 420.
Tapponnier, et al (1982), berdasarkan konsep tektonik “ekstrusi” dari benua asia yang dikemukakannya, berpendapat bahwa perkembangan tektonik tersier dari wilayah asia tenggara (termasuk Indonesia Barat), sangat dipengaruhi oleh gerak-gerak “Fragmen Benua Asia” (Cina Timur dan Indo China) yang melejit ke timur dan tenggara sebagai akibat daripada tumbukan antara gerak benua India dan asia.
Tapponnier, et al (1982):
Intense and widespread seismicity in central and eastern Asia can be interpreted as adirect consequence of the collision between India and Asia (Molnar and Tapponnier, 1975). A large a part of the active deformation of the asian continent can be accounted for by giant strike slip faults which “guide” the “instantaneous” tectonics and allow the extrusion of the asian crust and lithosphere sideways mostly to the east, in front of impinging India (Tapponnier and Molnar, 1977, 1979). The basic concept is that of a “rigid” india which indents a “plastic” body (asia).

Pada dasarnya, tektonik tersier dari Asia timur adalah pencerminan daripada terjadinya ekstrusi secara periodik dari fragmen benua. Pada tahap tumbukan yang pertama selama 20-30 juta tahun, dimana india yang bergerak ke utara mendesak asia, akan menyebabkan melejitnya fragmen benua asia (ekstrusi) sebesar 800-1000 Km ke arah tenggara  dan disertai oleh rotasi 250 se arah jarum jam dari Indochina dan Paparan Sunda. Gerak sesar mendatar mengiri yang besar (Red river fault) juga diperkirakan timbul sebgai akibat dari gerak ekstrusi itu dan akan menyebabkan terbukanya laut cina selatan. Data yang didapat oleh Taylor dan Hays, 1980; Halloway, 1981 dari laut Cina Selatan, ternyata mendukung dugaan tersebut (Tapponnier, 1982).
Kapan terjadinya regangan tersier yang menyebabkan terbukanya laut itu, tidak diketahui secara pasti. Tetapi anomali magnetik menunjukkan sekitar waktu 32-17 juta tahun lalu. Membuknya laut cina selatan berhenti pada jaman Miosen bawah. Tapponnier beranggapan bahwa terhentinya pekmekaran laut cina selatan itu ada hubungannya dengan bergesernya mekanisme “ekstrusi” tahap kedua dari benua asia dimulai, dan ini berlangsung antara 10-20 juta tahun yang lalu dengan bergeraknya Tibet dan Cina Selatan Ke arah timur Hingga beberapa ratus kilometer.
Cekungan-cekungan Mergui dan Andaman di selatan juga dapat dikaitkan dengan gejala tumbukan dan ekstrusi tersebut diatas. Regangan disini mungkin sudah dimulai sejak Oligosen di Selatan, sedangkan lantai lautan miosen dapat direkam dengan baik di laut andaman (Cuuray, et al, 1978). Agak berbeda dengan yang diamati di Laut Cina Selatan, di Andaman regangan aktif disertai dengan gerak melalui sesar mendatar hingga sekarang masih berlangsung.
Konsep Tektonik Ekstrusi ini bukannya tidak mengalami masalah dalam penerapannya di Kawasan Asia Tenggara Ini (Khususnya Indocina  dan Indonesia Barat). Dengan gerak-gerak fragmen benua asia ke tenggara dan timur, maka mekanisme ini akan diimbangi oleh gerak rotasi dari indocina dan paparan sunda searah dengan putaran jarum jam melalui sesar mendatar utama sinistral Red River. Pengamatan di lapangan terhadap sesar tersebut, justru menunjukknya gerak sebaliknya, yaitu dekstral. Hal ini hanya dapat diterangkan apabila Indocina dan Paparan Sunda telah mengalami rotasi ke arah yang berlawanan dengan gerak jarum jam. Tapponnier menduga bahwa terhambatnya gerak rotasi ke arah jarum jam itu ada hubungannya dengan menyentuhnya Benua Australia dengan Indonesia dalam Interaksi Lempeng Samudera India Australia denganLempeng Asia.
Davies (1984), berpendapat bahwa lempeng Mikrosunda memulai dengan rotasinya ke arah berlawanan dengan jarum jam pada Oligosen Akhir sebagai akibat dari regangan dan pemekaran kerak yang terjadi di cekungan-cekungan Thai dan Malaya. Gerak Rotasi dari lempeng mikro itu dipengaruhi oelh resultante gerak sesar mendatar Ranong dan Jalur sesar Marui di semenanjung Malaya. Sedangkan gerak rotasi yang kedua, juga dengan arah yang sama dengan yang pertama, dimulai lagi pada jaman Miosen Tengah, dan masih terus berlanjut hingga sekarang.
Davies (1987):
Counter clockwise rotation of sunda Microplate began during the late oligocene as a result os crustal attenuation ang rifting in the thai and malay basins lying to the east. Movement of the microplate was effected by resultant right lateral strike slip movement along the ranong and Klong Marui fracture zones in the malay peninsula.
A second phase of counter clockwise rotationof the Sunda microplate, comencing in the late Middle Miocene and continuing to the present day, was caused by the emplacement of oceanic crust in the andaman Sea.

Pada interaksi antara lempeng Samudera Hindia-Australia dengan lempeng Sunda setela gerak rotasi yang kedua pada jaman akhir miosen Tengah,  maka kedudukan daripada lempeng Mikro Sunda terhadap lempeng Hindia-Australia sudah tidak merupakan sudut lancip lagi, sehingga keadaan yang demikian itu akan menimbulkan gaya kompresi regional serta terbentuknya jalur subduksi sepanjang tepi barat pulau Sumatra.

Pulau Sumatra
Pulau sumatra terletak pada bagian tepi selatan dari lempeng Benua Eurasia, yang berinteraksi dengan lempeng Sunda setelah gerak rotasi yang  kedua pada jaman akhir miosen tengah, maka kedudukan dari lempeng Miro Sunda terhadap lempeng India-Australia yang bergerak ke arah utara timur laut.
Di utara pertemuan antara kedua lempeng tersebut diatas ditandai oleh daerah tumbukan antara India dengan Asia sepanjang pegunungan Himalaya. Ke arah Selatan gerak antara bagian Kerak Samudera dari lempeng Hindia-Austaralia dengan kerak benua dari lempeng Eurasia ini ditentukan oleh terbentuknya jalur subduksi sepanjang 6500 Km yang membentang mulai dari laut Andaman di Selatan Burma, Ke Palung Nikobar dan Selanjutnya ke Palung Sunda di sebelah barat pulau sumatra dan selatan jawa.
Jalur subduksi yang masih aktif ini, di sebelah barat laut andaman dan sebelah barat daya sumatra dapat dikenal dari adanya jalur Benioff di bawah pulau Sumatra dan “Taji akrasi” (Accretionary wedge) yang membentang dari kepulauan andaman Nikobar di utara ke kepualauan Mentawai di Selatan.
Telah lama diketahui bahwa tektonik pulau Sumatra dianggap sebagai produk dari interaksi Konvergen antara lempeng Hindia-Australia dan Asia, dan pola serta ragam tektoniknya dipengaruhi oelh besarnya sudut interaksi serta kecepatan dari konvergensi lempeng. Gerak-gerak tersebut telah menghasilkan bentuk-bentuk gabungan subduksi dan sesar mendatar dextral yang mantap tetapi bervariasi. Geologi Tersier dan Kuarter dari pulau Sumatra yang dikenal sekarang merupakan pencerminan yang wajar dari gerak tersebut, meskipun ada aspek-aspek yang tetap masih belum diketahui.
Sebelum 100 juta tahun yang lalu, malaysia, dan mungkin juga Sumatra, terletak si sebelah utara garis Khatulistiwa dan jauh lagi dari bagian tepi utara Gondwana.
Davies (1987)
The Inter-Relationship between the present boundaries and the convergence angle between the approaching plates adequately illustrates the complex structural pattern which would be generated:
Where the angle of convergence is highly acute (00 to 450) then strike slip motion dominates where the angle of convergence is less acute (450 to less than 900) or perpendicular, then oceanic trench formation results with the possible subduction of oceanic crust and compression of the overriding



To Be Continued..


Referensi :
Asikin, Sukendar., -, Geologi Struktur Indonesia, Lab. Geologi Dinamis-Geologi ITB, Bandung.


No comments:

Post a Comment