Perkembangan
tektonik selama tersier dari Indonesia Bagian Barat merupakan pencerminan
daripada interaksi antara lempeng Samudera Hindia-Australia yang bergerak ke
utara, dengan lempeng Asia (Lempeng Mikro Sunda). Selama Jaman Tersier, gerak
daripada lempeng-lempeng tersebut telah mengalami perubahan baik arah maupun
kecepatannya. Lempeng Mikro Sunda menurut Davies (1984, 1987), selama tersier
telah mengalami gerak rotasi ke arah yang berlawanan dengan gerak jarum jam
sebanyak kurang lebih 420.
Tapponnier,
et al (1982), berdasarkan konsep tektonik “ekstrusi” dari benua asia yang
dikemukakannya, berpendapat bahwa perkembangan tektonik tersier dari wilayah
asia tenggara (termasuk Indonesia Barat), sangat dipengaruhi oleh gerak-gerak
“Fragmen Benua Asia” (Cina Timur dan Indo China) yang melejit ke timur dan
tenggara sebagai akibat daripada tumbukan antara gerak benua India dan asia.
Tapponnier,
et al (1982):
Intense and widespread seismicity
in central and eastern Asia can be interpreted as adirect consequence of the
collision between India and Asia (Molnar and Tapponnier, 1975). A large a part
of the active deformation of the asian continent can be accounted for by giant
strike slip faults which “guide” the “instantaneous” tectonics and allow the
extrusion of the asian crust and lithosphere sideways mostly to the east, in
front of impinging India (Tapponnier and Molnar, 1977, 1979). The basic concept
is that of a “rigid” india which indents a “plastic” body (asia).
Pada
dasarnya, tektonik tersier dari Asia timur adalah pencerminan daripada
terjadinya ekstrusi secara periodik dari fragmen benua. Pada tahap tumbukan
yang pertama selama 20-30 juta tahun, dimana india yang bergerak ke utara mendesak
asia, akan menyebabkan melejitnya fragmen benua asia (ekstrusi) sebesar
800-1000 Km ke arah tenggara dan
disertai oleh rotasi 250 se arah jarum jam dari Indochina dan
Paparan Sunda. Gerak sesar mendatar mengiri yang besar (Red river fault) juga
diperkirakan timbul sebgai akibat dari gerak ekstrusi itu dan akan menyebabkan
terbukanya laut cina selatan. Data yang didapat oleh Taylor dan Hays, 1980;
Halloway, 1981 dari laut Cina Selatan, ternyata mendukung dugaan tersebut
(Tapponnier, 1982).
Kapan terjadinya
regangan tersier yang menyebabkan terbukanya laut itu, tidak diketahui secara
pasti. Tetapi anomali magnetik menunjukkan sekitar waktu 32-17 juta tahun lalu.
Membuknya laut cina selatan berhenti pada jaman Miosen bawah. Tapponnier
beranggapan bahwa terhentinya pekmekaran laut cina selatan itu ada hubungannya
dengan bergesernya mekanisme “ekstrusi” tahap kedua dari benua asia dimulai,
dan ini berlangsung antara 10-20 juta tahun yang lalu dengan bergeraknya Tibet
dan Cina Selatan Ke arah timur Hingga beberapa ratus kilometer.
Cekungan-cekungan
Mergui dan Andaman di selatan juga dapat dikaitkan dengan gejala tumbukan dan
ekstrusi tersebut diatas. Regangan disini mungkin sudah dimulai sejak Oligosen
di Selatan, sedangkan lantai lautan miosen dapat direkam dengan baik di laut
andaman (Cuuray, et al, 1978). Agak berbeda dengan yang diamati di Laut Cina
Selatan, di Andaman regangan aktif disertai dengan gerak melalui sesar mendatar
hingga sekarang masih berlangsung.
Konsep
Tektonik Ekstrusi ini bukannya tidak mengalami masalah dalam penerapannya di
Kawasan Asia Tenggara Ini (Khususnya Indocina
dan Indonesia Barat). Dengan gerak-gerak fragmen benua asia ke tenggara
dan timur, maka mekanisme ini akan diimbangi oleh gerak rotasi dari indocina
dan paparan sunda searah dengan putaran jarum jam melalui sesar mendatar utama
sinistral Red River. Pengamatan di lapangan terhadap sesar tersebut, justru
menunjukknya gerak sebaliknya, yaitu dekstral. Hal ini hanya dapat diterangkan
apabila Indocina dan Paparan Sunda telah mengalami rotasi ke arah yang
berlawanan dengan gerak jarum jam. Tapponnier menduga bahwa terhambatnya gerak
rotasi ke arah jarum jam itu ada hubungannya dengan menyentuhnya Benua
Australia dengan Indonesia dalam Interaksi Lempeng Samudera India Australia denganLempeng
Asia.
Davies
(1984), berpendapat bahwa lempeng Mikrosunda memulai dengan rotasinya ke arah
berlawanan dengan jarum jam pada Oligosen Akhir sebagai akibat dari regangan
dan pemekaran kerak yang terjadi di cekungan-cekungan Thai dan Malaya. Gerak
Rotasi dari lempeng mikro itu dipengaruhi oelh resultante gerak sesar mendatar
Ranong dan Jalur sesar Marui di semenanjung Malaya. Sedangkan gerak rotasi yang
kedua, juga dengan arah yang sama dengan yang pertama, dimulai lagi pada jaman
Miosen Tengah, dan masih terus berlanjut hingga sekarang.
Davies
(1987):
Counter clockwise rotation of sunda
Microplate began during the late oligocene as a result os crustal attenuation
ang rifting in the thai and malay basins lying to the east. Movement of the
microplate was effected by resultant right lateral strike slip movement along
the ranong and Klong Marui fracture zones in the malay peninsula.
A second phase of counter clockwise
rotationof the Sunda microplate, comencing in the late Middle Miocene and
continuing to the present day, was caused by the emplacement of oceanic crust
in the andaman Sea.
Pada
interaksi antara lempeng Samudera Hindia-Australia dengan lempeng Sunda setela
gerak rotasi yang kedua pada jaman akhir miosen Tengah, maka kedudukan daripada lempeng Mikro Sunda
terhadap lempeng Hindia-Australia sudah tidak merupakan sudut lancip lagi,
sehingga keadaan yang demikian itu akan menimbulkan gaya kompresi regional
serta terbentuknya jalur subduksi sepanjang tepi barat pulau Sumatra.
Pulau Sumatra
Pulau
sumatra terletak pada bagian tepi selatan dari lempeng Benua Eurasia, yang
berinteraksi dengan lempeng Sunda setelah gerak rotasi yang kedua pada jaman akhir miosen tengah, maka
kedudukan dari lempeng Miro Sunda terhadap lempeng India-Australia yang bergerak
ke arah utara timur laut.
Di utara
pertemuan antara kedua lempeng tersebut diatas ditandai oleh daerah tumbukan
antara India dengan Asia sepanjang pegunungan Himalaya. Ke arah Selatan gerak
antara bagian Kerak Samudera dari lempeng Hindia-Austaralia dengan kerak benua
dari lempeng Eurasia ini ditentukan oleh terbentuknya jalur subduksi sepanjang
6500 Km yang membentang mulai dari laut Andaman di Selatan Burma, Ke Palung
Nikobar dan Selanjutnya ke Palung Sunda di sebelah barat pulau sumatra dan
selatan jawa.
Jalur
subduksi yang masih aktif ini, di sebelah barat laut andaman dan sebelah barat
daya sumatra dapat dikenal dari adanya jalur Benioff di bawah pulau Sumatra dan
“Taji akrasi” (Accretionary wedge) yang
membentang dari kepulauan andaman Nikobar di utara ke kepualauan Mentawai di
Selatan.
Telah lama
diketahui bahwa tektonik pulau Sumatra dianggap sebagai produk dari interaksi
Konvergen antara lempeng Hindia-Australia dan Asia, dan pola serta ragam
tektoniknya dipengaruhi oelh besarnya sudut interaksi serta kecepatan dari
konvergensi lempeng. Gerak-gerak tersebut telah menghasilkan bentuk-bentuk
gabungan subduksi dan sesar mendatar dextral yang mantap tetapi bervariasi.
Geologi Tersier dan Kuarter dari pulau Sumatra yang dikenal sekarang merupakan
pencerminan yang wajar dari gerak tersebut, meskipun ada aspek-aspek yang tetap
masih belum diketahui.
Sebelum 100
juta tahun yang lalu, malaysia, dan mungkin juga Sumatra, terletak si sebelah
utara garis Khatulistiwa dan jauh lagi dari bagian tepi utara Gondwana.
Davies
(1987)
The Inter-Relationship between the
present boundaries and the convergence angle between the approaching plates
adequately illustrates the complex structural pattern which would be generated:
Where the angle of convergence is
highly acute (00 to 450) then strike slip motion
dominates where the angle of convergence is less acute (450 to less
than 900) or perpendicular, then oceanic trench formation results
with the possible subduction of oceanic crust and compression of the overriding
To Be Continued..
Referensi :
Asikin, Sukendar., -, Geologi
Struktur Indonesia, Lab. Geologi Dinamis-Geologi ITB, Bandung.
No comments:
Post a Comment