Inspirasi

"Kadang tidak selalu setiap tindakan membuahkan kesuksesan, tapi perlu diingat bahwa tidak ada kesuksesan tanpa tindakan"

Friday, November 9, 2012

Mengenal Sangiran "Situs Purba"


GEOLOGI REGIONAL SANGIRAN

2.1 Struktur Geologi Regional
            Secara struktural, kawasan sangiran merupakan suatu kubah yang mana perlapisan batuan di bagian tengah berada di atas sebagai puncak , sedangkan sisi-sisi lainnya memiliki kemiringan ke arah luar. Kubah ini memiliki bentuk memanjang dari arah utara timur laut menuju selatan barat daya. Kubah ini diperkirakan terbentuk 0,5 juta tahun yang lalu yang dilihat dari formasi batuan termuda yang ikut terlipat  atau termiringkan pada saat terkena gaya endogen ( Wartono R., 2007). Berbagai pendapat para ahli bermunculan mengenai asal-usul kubah ini, salah satunya oleh Van Bemmelem pada tahun 1949 yang mengatakan bahwa kubah ini terbentuk sebagai akibat tenaga endogen yakni gaya kompresif yang berhubungan dengan proses vulkano-tektonik sebagai akibat longsornya G. Lawu tua. sementara  Van Gorsel pada tahun 1987 berpendapat bahwa kubah ini terbentuk akibat proses pembentukan gunung api yang baru mulai, pendapat lain mengenai asal-usul terbentuknya kubah ini seperti akibat adanya struktur diapir dan adanya struktur lipatan yang disebabkan oleh proses wrencing.
            Kawasan sangiran tersusun oleh batuan yang berumur pleistosen dengan morfologi berupa daerah berbukit-bukit rendah yang mana dijumpai singkapan endapan laut dangkal, endapan rawa, endapan sungai, dan endapan vulkanis rombakan seperti endapan lahar dan endapan tuff. Disamping itu terdapat adanya endapan mud volcano yang mengandung exotic block batuan yang berumur eosen dan batuan metamorf sebagai basement batuan. Endapan mud volcano ini terletak dekat dengan pusat kubah, selatan desa Sangiran yang terbentuk akibat adanya sesar yang memotong jurus perlapisan, membentuk pola radial dari pusat kubah, semakin ke arah pusat semakin banyak dijumpai sesar naik dan sesar turun, dan akibatnya terjadi retakan yang sangat dalam yang memotong perlapisan tua yang bersifat lapuk, karena tersedia celah, maka batuan tersebut mencuat sebagai mud volcano.
            Pada saat ini sangiran dikenal dengan kubah sangiran (sangiran dome), namun struktur tersebut sudah tidak terlihat akibat adanya erosi dari sungai di bagian utara dan bagian selatan, yakni sungai Brangkal dan sungai cemoro yang keduanya memotong kubah secara anteseden dengan arah aliran dari barat ke timur.

2.2 Stratigrafi Regional
            Stratigrafi daerah sangiran disusun oleh batuan sedimen yang terendapkan oleh bahan rombakan yang terjadi pada dan setelah terangkatnya perbukitan kendeng, sebelah utara daerah sangiran. Urutan stratigrafinya yakni bagian terbawah tersusun oleh formasi kalibeng yang menunjukkan gejala pendangkalan ke atas. Selanjutnya formasi ini ditumpangi oleh urutan sedimen paralik-non marin, yang terdiri dari formasi pucangan, kabuh, dan notopuro.
A.   Formasi Kalibeng
Formasi ini tersusun atas napal dan batulempung gampingan berwarna abu-abu kebiru-biruan di bagian bawah kemudian diikuti dengan batugamping kalkarenit dan kalsirudit bagian atas yang tersingkap di daerah pusat kubah, yakni pada daerah depresi di utara desa sangiran serta sepanjang aliran sungai Puren di sebelah timur dan tenggara desa Sangiran dengan tebal ± 125 m.
Napal dan batulempung sangat mudah tererosi karena bersifat liat dan lunak. Pada napal banyak dijumpai fosil foraminifera bentonik yang berupa Operculina complanata, Ammonia beccari, Elphidium Craticulatum bersama dengan fosil gigi ikan hiu (Soedarmadji, 1976). Selain itu juga dijumpai foraminifera planktonik seperti Globoratalia acostaensis, G. tumida flexuosa, dan Sphaeroidinella dehiscens. ini menunjukkan batuan tersebut terendapkan pada akhir pliosen di laut dangkal yang berhubungan langsung dengan laut terbuka.
Batulempung abu-abunya juga bersifat lunak sehingga sering terjadi gerakan massa di musim hujan, baik dalam bentuk rayapan, aliran, maupun bongkahan.  Pada batuan ini dijumpai fosil gastropoda dan pelecypoda seperti Turitella bantamensis, Cominella sangiranensis, Placenfa sp., yang mana menunjukkan pengendapan pada kondisi laut dangkal di akhir pliosen. Selain itu juga terkandung fosil yang menunjukkan kondsisi air payau, yakni fosil ostrakoda an pelecypoda jenis Ostrea. Diatas batulempung dijumpai lapisan kalkarenit dan kalsirudit yang tersusun oleh fragmen fosil (coquina) yang saling bertumpu yang menunjukkan pengendapan di laut dangkal  dengan energi besar. Adanya fosil Balanus pada kalsirudit menunjukkan pengendapan terjadi pada daerah pasang surut (litoral). Disamping itu juga dijumpai lapisan batugamping diatas gamping balanus yang mengandung fosil Ccarbicula  yang menunjukkan kondisi pengendapan air tawar.
Berdasarkan kandungan fosil dan litologi tersebut menunjukkan gejala pengkasaran ke atas dan pendangkalan ke atas dari kondisi laut laut dangkal terbuka, mnejadi kondisi pasng surut dan berakhir pada kondisi air tawar dan iar payau.
B.   Formasi Pucangan
Formasi ini terendapkan di atas formasi pucangan yang tersusun oleh breksi vulkanik di bagian bawah dan lempung hitam di bagian atas. Breksi vulkanik membentuk deretan bukit kecil yang tahan erosi yang ditempati desa Sangiran itu sendiri dan menumpang secara tidak selaras di atas formasi kalibeng. Diantara breksi dijumpai sisipan batupasir konglomeratan dengan fragmen andesit berukuran pasir hingga kerakal. Di beberapa tempat menunjukkan struktur silang siur tipe palung yang menunjukkan endapan pasng pada daerah sungai ternyam. Pada batupasir konglomeratan ini dijumpai fosil vertebrata jenis kuda air dan gajah purba.
Di atas breksi vulkanik terendapkan batulempung hitam yang mana berdasarkan kandungan fosilnya dibedakan menjadi dua bagian, yakni:
·         Bagian bawah hasil pengendapan air laut dan air payau yang terdiri dari perselingan antara lempung abu-abu kebiruan dengan sisipan tanah diatome dan lapisan yang mengandung fosil moluska secara melimpah, ostracoda, dan foraminifera yang menunjukkan kondisi transisi.
·         Bagian atas yang mana dijumpai lapisan tanah yang menunjukkan struktur laminasi dan mengandung fosil spesies yang hidup di laut, seperti Chyclothella, Actinocyclus, Diploneis.
Pergantian asosiasi fauna laut dan air tawar, menunjukkan pengendapan terjadi di dekat laut, dimana selama pengendapan, terjadi beberapa kali invasi laut, akibat tektonik atau perubahan muka laut.
Dari urutan litologi yang menyusun formasi pucangan dapat ditafsirkan bahwa pengendapanya semula merupakan aliran lahar ke cekungan yang berair payau, yang terbentuk sejak akhir pengendapan formasi kalibeng, dengan ciri utama berupa fosil Corbicula. Endapan lahar tersebu mempersempit cekungan air payau tersebut, yang kemudian akibat sedimentasi yang terus menerus berubah mnejadi cekungan air tawar, berupa danau atau rawa yang sudah tidak lagi berhubungan dengan laut. Semua proses ini terjadi pada kala pliosen awal.
C.   Formasi Kabuh
Formasi ini terendapkan di atas formasi pucangan. Bagian terbawah dari formasi ini tersusun oleh perlapisan tipis batugamping konglomeratan yang tidak menerus dengan ketebalan bervariasi antara 0,5-3 meter. Tersusun oleh fragmen membulat yang terdiri dari kalsedon dan beberapa batuan lain yang telah mengalami alterasi hidrothermal, bercampur dengan pelecypoda yang cangkangnya menebal dan membulat karena kalsifikasi dan tersemen dengan kuat. Lapisan ini terendapkan oleh energi yang tinggi sehingga menghasilkan onggokan yang berbutir kasar
Pada lapisan batas (grenzbank) ditemukan fosil mamalia, termasuk juga fragmen fosil hominid, sedangkan diatasnya terdapat perulangan endpan batupasir konglomeratan di bagian bawah dan berubah ke arah atas menjadi lapisan batupasir. Batupasir konglomeratannya menunukkan struktur silang siur paralel dengan skala sedang ketebalan antara 0,3-1,5 meter. Sedangkan batupasir yang ada di sebelah atas menunjukkan silang siur tipe palung dengan tebal antara 0,3-0,8 meter. Kelompok batu pasir ini diperkirakan terendapkan pada lingkungan sungai teranyam (Rahardjo, 1981) dalam situasi lingkungan vegetasi terbuka(semah, 1984). Pada bagian bawah batupasir dijumpai fosil yang merupakan anggota dari fauna trinil, seperti Binos palaeosundaecus, Bubalus palaeokerabau, Duboisia santeng.  Ke arah atas dijumpai perwakilan dari fauna kedungbrubus. Kumpulan ini menunjukkan umur sekitar 0,8 juta tahun.
Beberapa tuff dijumpai pada batupasir menunjukkan pada saat pengendapan terjadi beberapa kali letusan gunung api, yang mana pada batupasir ini sebagian besar fosil hominid ditemukan. Di bagian tengah dari formsi ini dijumpai tektit yang berukuran kerikil hingga kerakal (13-40 mm).
Salah satu temuan yang paling penting adalah penemuan fosil manusia purba  yang disebut Pithecantropus erectus ( Homo erectus). Tetapt lokasi asal fosil ini belum sepenuhnya diketahui karena penemuan fosil ini dalam bentuk material yang lepas-lepas.
D.   Formasi Notopuro
Terendapkan di atas formasi kabuh yang tersusun oleh material vulkanik brupa batupasir vulkanik, konglomerat, dan breksi yang mengandung fragmen batuan beku yang berukuran berangkal hingga bongkah, ini menunjukkan bahwa batuan tesebut terbentuk sebagai hasil pengendapan lahar. Pada dasar dari formasi ini dijumpai lapisan yang mengandung fragmen kalsedon dan kuarsa susu.
Pada formasi ini sangat jarang dijumpai fosil, formasi notopuro ditafsirkan sebagai hasil akibat aktivitas vulkanik yang kuat dan terjadi di lingkungan darat.


Referensi:
Bemmelem, V. 1949.  The Geology of Indonesia Vol-IA General Geologi of Indonesia and Adjacent Archipelagoes. Government Printing Office, The Hague

Download File: RW Van Bemmelen Geology of Indonesia Vol-IA General

No comments:

Post a Comment