GEOLOGI
REGIONAL SANGIRAN
2.1
Struktur Geologi Regional
Secara
struktural, kawasan sangiran merupakan suatu kubah yang mana perlapisan batuan
di bagian tengah berada di atas sebagai puncak , sedangkan sisi-sisi lainnya
memiliki kemiringan ke arah luar. Kubah ini memiliki bentuk memanjang dari arah
utara timur laut menuju selatan barat daya. Kubah ini diperkirakan terbentuk
0,5 juta tahun yang lalu yang dilihat dari formasi batuan termuda yang ikut
terlipat atau termiringkan pada saat
terkena gaya endogen ( Wartono R., 2007). Berbagai pendapat para ahli
bermunculan mengenai asal-usul kubah ini, salah satunya oleh Van Bemmelem pada
tahun 1949 yang mengatakan bahwa kubah ini terbentuk sebagai akibat tenaga
endogen yakni gaya kompresif yang berhubungan dengan proses vulkano-tektonik
sebagai akibat longsornya G. Lawu tua. sementara Van Gorsel pada tahun 1987 berpendapat bahwa
kubah ini terbentuk akibat proses pembentukan gunung api yang baru mulai,
pendapat lain mengenai asal-usul terbentuknya kubah ini seperti akibat adanya
struktur diapir dan adanya struktur lipatan yang disebabkan oleh proses wrencing.
Kawasan
sangiran tersusun oleh batuan yang berumur pleistosen dengan morfologi berupa
daerah berbukit-bukit rendah yang mana dijumpai singkapan endapan laut dangkal,
endapan rawa, endapan sungai, dan endapan vulkanis rombakan seperti endapan
lahar dan endapan tuff. Disamping itu terdapat adanya endapan mud volcano yang mengandung exotic block batuan yang berumur eosen
dan batuan metamorf sebagai basement batuan.
Endapan mud volcano ini terletak
dekat dengan pusat kubah, selatan desa Sangiran yang terbentuk akibat adanya
sesar yang memotong jurus perlapisan, membentuk pola radial dari pusat kubah,
semakin ke arah pusat semakin banyak dijumpai sesar naik dan sesar turun, dan
akibatnya terjadi retakan yang sangat dalam yang memotong perlapisan tua yang
bersifat lapuk, karena tersedia celah, maka batuan tersebut mencuat sebagai mud volcano.
Pada
saat ini sangiran dikenal dengan kubah sangiran (sangiran dome), namun struktur tersebut sudah tidak terlihat akibat
adanya erosi dari sungai di bagian utara dan bagian selatan, yakni sungai
Brangkal dan sungai cemoro yang keduanya memotong kubah secara anteseden dengan
arah aliran dari barat ke timur.
2.2
Stratigrafi Regional
Stratigrafi daerah
sangiran disusun oleh batuan sedimen yang terendapkan oleh bahan rombakan yang
terjadi pada dan setelah terangkatnya perbukitan kendeng, sebelah utara daerah
sangiran. Urutan stratigrafinya yakni bagian terbawah tersusun oleh formasi
kalibeng yang menunjukkan gejala pendangkalan ke atas. Selanjutnya formasi ini
ditumpangi oleh urutan sedimen paralik-non marin, yang terdiri dari formasi
pucangan, kabuh, dan notopuro.
A. Formasi
Kalibeng
Formasi ini tersusun
atas napal dan batulempung gampingan berwarna abu-abu kebiru-biruan di bagian
bawah kemudian diikuti dengan batugamping kalkarenit dan kalsirudit bagian atas
yang tersingkap di daerah pusat kubah, yakni pada daerah depresi di utara desa
sangiran serta sepanjang aliran sungai Puren di sebelah timur dan tenggara desa
Sangiran dengan tebal ± 125 m.
Napal dan batulempung
sangat mudah tererosi karena bersifat liat dan lunak. Pada napal banyak
dijumpai fosil foraminifera bentonik yang berupa Operculina complanata, Ammonia beccari, Elphidium Craticulatum bersama
dengan fosil gigi ikan hiu
(Soedarmadji, 1976). Selain itu juga dijumpai foraminifera planktonik seperti Globoratalia acostaensis, G. tumida
flexuosa, dan Sphaeroidinella dehiscens. ini menunjukkan batuan tersebut
terendapkan pada akhir pliosen di laut dangkal yang berhubungan langsung dengan
laut terbuka.
Batulempung
abu-abunya juga bersifat lunak sehingga sering terjadi gerakan massa di musim
hujan, baik dalam bentuk rayapan, aliran, maupun bongkahan. Pada batuan ini dijumpai fosil gastropoda dan
pelecypoda seperti Turitella bantamensis,
Cominella sangiranensis, Placenfa sp., yang mana menunjukkan pengendapan
pada kondisi laut dangkal di akhir pliosen. Selain itu juga terkandung fosil
yang menunjukkan kondsisi air payau, yakni fosil ostrakoda an pelecypoda jenis Ostrea. Diatas batulempung dijumpai
lapisan kalkarenit dan kalsirudit yang tersusun oleh fragmen fosil (coquina) yang saling bertumpu yang
menunjukkan pengendapan di laut dangkal
dengan energi besar. Adanya fosil Balanus
pada kalsirudit menunjukkan pengendapan terjadi pada daerah pasang surut
(litoral). Disamping itu juga dijumpai lapisan batugamping diatas gamping
balanus yang mengandung fosil Ccarbicula yang menunjukkan kondisi pengendapan air
tawar.
Berdasarkan kandungan
fosil dan litologi tersebut menunjukkan gejala pengkasaran ke atas dan
pendangkalan ke atas dari kondisi laut laut dangkal terbuka, mnejadi kondisi
pasng surut dan berakhir pada kondisi air tawar dan iar payau.
B. Formasi
Pucangan
Formasi
ini terendapkan di atas formasi pucangan yang tersusun oleh breksi vulkanik di
bagian bawah dan lempung hitam di bagian atas. Breksi vulkanik membentuk
deretan bukit kecil yang tahan erosi yang ditempati desa Sangiran itu sendiri
dan menumpang secara tidak selaras di atas formasi kalibeng. Diantara breksi
dijumpai sisipan batupasir konglomeratan dengan fragmen andesit berukuran pasir
hingga kerakal. Di beberapa tempat menunjukkan struktur silang siur tipe palung
yang menunjukkan endapan pasng pada daerah sungai ternyam. Pada batupasir
konglomeratan ini dijumpai fosil vertebrata jenis kuda air dan gajah purba.
Di
atas breksi vulkanik terendapkan batulempung hitam yang mana berdasarkan
kandungan fosilnya dibedakan menjadi dua bagian, yakni:
·
Bagian bawah hasil pengendapan air laut dan
air payau yang terdiri dari perselingan antara lempung abu-abu kebiruan dengan
sisipan tanah diatome dan lapisan yang mengandung fosil moluska secara
melimpah, ostracoda, dan foraminifera yang menunjukkan kondisi transisi.
·
Bagian atas yang mana dijumpai lapisan tanah
yang menunjukkan struktur laminasi dan mengandung fosil spesies yang hidup di
laut, seperti Chyclothella, Actinocyclus,
Diploneis.
Pergantian asosiasi fauna laut dan air tawar, menunjukkan
pengendapan terjadi di dekat laut, dimana selama pengendapan, terjadi beberapa
kali invasi laut, akibat tektonik atau perubahan muka laut.
Dari urutan litologi yang menyusun formasi pucangan dapat
ditafsirkan bahwa pengendapanya semula merupakan aliran lahar ke cekungan yang
berair payau, yang terbentuk sejak akhir pengendapan formasi kalibeng, dengan
ciri utama berupa fosil Corbicula. Endapan
lahar tersebu mempersempit cekungan air payau tersebut, yang kemudian akibat
sedimentasi yang terus menerus berubah mnejadi cekungan air tawar, berupa danau
atau rawa yang sudah tidak lagi berhubungan dengan laut. Semua proses ini
terjadi pada kala pliosen awal.
C. Formasi
Kabuh
Formasi
ini terendapkan di atas formasi pucangan. Bagian terbawah dari formasi ini
tersusun oleh perlapisan tipis batugamping konglomeratan yang tidak menerus
dengan ketebalan bervariasi antara 0,5-3 meter. Tersusun oleh fragmen membulat
yang terdiri dari kalsedon dan beberapa batuan lain yang telah mengalami
alterasi hidrothermal, bercampur dengan pelecypoda yang cangkangnya menebal dan
membulat karena kalsifikasi dan tersemen dengan kuat. Lapisan ini terendapkan
oleh energi yang tinggi sehingga menghasilkan onggokan yang berbutir kasar
Pada
lapisan batas (grenzbank) ditemukan
fosil mamalia, termasuk juga fragmen fosil hominid, sedangkan diatasnya
terdapat perulangan endpan batupasir konglomeratan di bagian bawah dan berubah
ke arah atas menjadi lapisan batupasir. Batupasir konglomeratannya menunukkan
struktur silang siur paralel dengan skala sedang ketebalan antara 0,3-1,5
meter. Sedangkan batupasir yang ada di sebelah atas menunjukkan silang siur
tipe palung dengan tebal antara 0,3-0,8 meter. Kelompok batu pasir ini
diperkirakan terendapkan pada lingkungan sungai teranyam (Rahardjo, 1981) dalam
situasi lingkungan vegetasi terbuka(semah, 1984). Pada bagian bawah batupasir
dijumpai fosil yang merupakan anggota dari fauna trinil, seperti Binos palaeosundaecus, Bubalus
palaeokerabau, Duboisia santeng. Ke
arah atas dijumpai perwakilan dari fauna kedungbrubus. Kumpulan ini menunjukkan
umur sekitar 0,8 juta tahun.
Beberapa
tuff dijumpai pada batupasir menunjukkan pada saat pengendapan terjadi beberapa
kali letusan gunung api, yang mana pada batupasir ini sebagian besar fosil
hominid ditemukan. Di bagian tengah dari formsi ini dijumpai tektit yang
berukuran kerikil hingga kerakal (13-40 mm).
Salah
satu temuan yang paling penting adalah penemuan fosil manusia purba yang disebut Pithecantropus erectus ( Homo erectus). Tetapt lokasi asal fosil
ini belum sepenuhnya diketahui karena penemuan fosil ini dalam bentuk material
yang lepas-lepas.
D. Formasi
Notopuro
Terendapkan
di atas formasi kabuh yang tersusun oleh material vulkanik brupa batupasir
vulkanik, konglomerat, dan breksi yang mengandung fragmen batuan beku yang
berukuran berangkal hingga bongkah, ini menunjukkan bahwa batuan tesebut
terbentuk sebagai hasil pengendapan lahar. Pada dasar dari formasi ini dijumpai
lapisan yang mengandung fragmen kalsedon dan kuarsa susu.
Pada formasi ini sangat
jarang dijumpai fosil, formasi notopuro ditafsirkan sebagai hasil akibat
aktivitas vulkanik yang kuat dan terjadi di lingkungan darat.
Referensi:
Bemmelem, V. 1949.
The Geology of Indonesia Vol-IA General Geologi of Indonesia and
Adjacent Archipelagoes. Government Printing Office, The Hague
Download File: RW Van Bemmelen Geology of Indonesia
Vol-IA General
No comments:
Post a Comment